Langsung ke konten utama

Postingan

Bupati

"Sudah terima saja tawaran itu, Kang Parjo," ucap Kardimin dalam suatu perbincangan denganku. "Gundulmu, apa aku ini sanggup jadi bupati," jawabku ketus. "Loh, semua mendukungmu  lo kang. Bahkan Pak Badrun, pengusaha mebel di kota sana mau menggelontorkan dana besar untuk kemenanganmu kang," mulut Kardimin nrocos mirip politisi. "Aku tu cuma, mantan karang taruna dan bekerja sebagai relawan sosial saja. Siapa yang akan memilihku, min...min," jawabku ngeyel. "Kami siap mendukungmu kang. Partai mayoritas juga sudah sepakat untuk mengusungmu, jangan khawatir. Kamu itu terkenal lo kang. Terkenal ringan tangan membantu masyarakat. Tinggal kamu setuju  atau tidak," Kardimin menjelaskan. " Benar itu kang, sampeyan tinggal duduk manis. Ngga usah mikir soal kaos, poster, umbul-umbul. sudah ada yang mau bayari semua,"  Tukijo ikut-ikutan. "Pokoke tinggal beres, kang," Kardimin meyakinkan. "Ah nanti tak pikir-pikir dulu. I...
Postingan terbaru

Muhammad A Kiong

Jika ditanya soal tempat yang paling nyaman selain kamarku, jawabnya adalah masjid kampus UGM. Walaupun aku sendiri bukan mahasiswa universitas itu. Terkadang bisa berjam-jam aku duduk di sana, membaca buku atau diskusi bersama kawan. Hawanya begitu menyejukkan. Tempatnya pun bersih dan indah. Hingga suatu hari aku bertemu dengan laki-laki aneh. Seseorang yang sangat mengagumkan sekaligus membingunganku. Saat itu, aku baru saja solat isya di sana. Usai berdoa, seperti biasa aku duduk di teras masjid. Menatap ke dalam lapangan luas berpohon palem. Untuk sekadar menghirup udara segar. Malam itu cukup cerah, bulan tak malu menampakkan diri. Padahal sore tadi, Jogja sempat diguyur hujan deras. “Assalamualaikum,” sapa laki-laki itu “Walaikum salam,” jawabku singkat. “Lagi menunggu siapa, mas?” “Wah, hanya cari udara segar di sini,” “Iya di sini memang menyejukkan, mas. Sudah lama saya jadi jamaah sini,” jawabnya. Kuperhatikan lebih dekat laki-laki itu. Ah...matanya sipit, seperti oran...

Riana

“Riana,” dia mengulurkan tangannya, sesaat setelah kami berjumpa. “Rudi,” jawab lirihku, sampil kubalas uluran tangannya. “Sudah lama, menunggu?,” dia menanyaiku. “Belum, baru 5 menit, tempat yang indah ya, kau sering ke sini?” ucapku. Dia tak langsung menjawab pertanyaanku, namun langsung duduk tepat di sebelahku. “ Sudah beberapa kali, kamu juga suka datang ke sini?” tanyanya.  “ Ini yang ketiga. Pertama kali ke sini, saat aku lulus ujian sarjana, bagiku itu momen yang istimewa. Yang kedua kalinya, saat aku diterima kerja dan menurutku itu lebih istimewa lagi. Dan ini yang ketiga, entah aku menyebutnya apa, mungkin lebih istimewa dari kunjungan pertama dan keduaku,” jawabku. Dia tampak tersenyum mendengar ceritaku. Rona wajahnya memerah. Mungkin jawabanku terlalu gombal menurutnya. Setelah jawaban itu, kami tetap terdiam. Ini pertama kali kami berjumpa. Saat pertama kali mendengar namanya aku langsung tertarik. Yah Riana, sebuah kata yang aku sendiri tak tahu makn...

Cerita Kelinci di Bulan

Tiba-tiba saja, aku teringat masa kecil. Aku suka sekali melihat bulan saat keluar di malam hari. Apalagi bila purnama tiba, bisa lama memperhatikannya. Berdiri atau duduk sambil mengangkat kepala ke atas langit. Paling suka melihat di halaman depan yang luas . Saat itu, memang ada yang menarik perhatian. Bahkan merongrong rasa ingin tahuku. Kulihat di bulan, semburat sosok kelinci. Bagiku itu lucu. Bagaimana seekor kelinci bisa ada di langit sana. Setiap purnama, kuperhatikan betul kelinci itu. Tetap ada, tetap sama. Setelah beberapa kali melihat, aku pun beranikan bertanya kepada ayah, tentang kelinci itu. “Itu hewan peliharaan seorang putri yang terbang ke bulan, Nak,” jawab ayahku. “Kenapa putri itu ke bulan, yah?” “Suatu saat putri itu disuruh suaminya membeli minyak tanah. Dia pun berangkat dengan gembira. Dia memang sangat patuh dengan suaminya. Dengan berbekal uang pas, dia berangkat. Namun saat pulang dari membeli, dia kurang hati-hati dan menumpahkan minyak itu di t...

Jadi Kapan

1. Jadi kapan terakhir aku mengunjungi masjid ini? Pak Choiri, imam masjid sewaktu aku masih menjalani studi, telah tiada. Entah sakit apa dia. Mungkin sedang berbahagia di alam barzah sana. 2. Jadi kapan terakhir aku mengunjungi masjid ini? Pak Dasuki, tetanggaku yang selalu rajin solat lima waktu, juga telah tiada beberapa hari yang lalu. Kata tetanggaku malam hari dia wafat dan pergi. 3. Jadi kapan terakhir aku mengunjungi masjid ini? Anak Mas Agus yang dulu sering lari-lari kejar-kejaran tak berhenti, Kini sudah berdiri diam diantara shof laki-laki. Solat dengan khusuk tidak berlari-lari. 4. Jadi kapan terakhir aku mengunjungi masjid ini? Pak Suroto imam pengganti Pak Choiri, kini tak sanggup lagi ke masjid, setelah jantungnya dioperasi. 5. Jadi kapan terakhir aku mengunjungi masjid ini? Pak Budi tetangga sebelah. Seorang mantan pegawai pengadilan negeri yang rajin menyambangi masjid ini dan kadang menjadi imam pengganti kelihatan lebih kurus namun masih bisa berd...

Di Stasiun Tugu Kumenunggu

Stasiun Tugu adalah awal kehidupanku di Jogja... Aku datang dari Jakarta lima tahun lalu untuk kuliah di kota ini.. dan dari situlah petualangan hidupku dimulai.  Hingga akhirnya aku akan memutuskan untuk mengakhiri hidupku di stasiun ini pula. Semuanya terasa berat bagiku. Pacarku meninggalkanku begitu saja, sahabatku mati kecelakaan kemarin lalu... orang tuaku tak peduli kepadaku lagi karena suatu kesalahan yang tak pernah kumengerti, tugas akhirku ditolak berkali-berkali karena sinis pribadi dosen pembimbing... seolah berat, menghimpit ..semua dalam anomali.., mungkin dengan mati aku bisa menemukan kedamaian. Tak perlu menghadapi himpitan hidup.. Dosa? Aku tak peduli itu, yang kubutuhkan bukan ceramah tapi kedamaian hati. Dan semuanya yang bisa memberikan itu, telah hilang dari hidupku... Aku duduk di kursi kayu panjang. Menatap lurus ke arah rel. Sementara orang berlalu lalang di depanku, tanpa henti. Aku merasa kesepian di keramaian semacam ini. Kulirik jam tanganku, jam 7 pag...

Bertemu Sang Nabi

Sudah kudengar lama tentang kabar mengenai datangnya nabi itu dari para pedagang yang mampir di kotaku. Sebenarnya kisahnya sudah pernah kudengar dari para tetua dan para pemuka agama. Dia dikabarkan akan membawa ajaran yang mendamaikan dunia. Yang mengajarkan keadilan kepada sesama umat manusia. Ajarannya begitu menarik perhatianku. Di saat orang miskin sepertiku dihina dina oleh yang kaya, dia justru mengajarkan mengasihi orang miskin adalah perbuatan utama. Di saat keluargaku yang bukan apa-apa selalu dikalahkan oleh bangsawan, ajarannya justru mengajarkan kesetaraan. Keinginanku untuk bertemu dengannya sudah ada sejak lama. Aku ingin berbaiat kepadanya. Tetapi perjalanan ke kota dimana dia berada cukup jauh. Memakan waktu 1 bulan lebih. Sementara aku memiliki ibu, yang harus kusiapkan makanannya tiap hari.  Jika aku pergi ke sana, siapa yang akan merawat ibuku, padahal dia sudah begitu renta. Setiap pagi, setelah menyuapi ibuku, aku selalu menunggu para pedagang yang datang ke...