Stasiun Tugu adalah awal kehidupanku di Jogja...
Aku datang dari Jakarta lima tahun lalu untuk kuliah di kota ini.. dan dari situlah petualangan hidupku dimulai. Hingga akhirnya aku akan memutuskan untuk mengakhiri hidupku di stasiun ini pula.
Semuanya terasa berat bagiku. Pacarku meninggalkanku begitu saja, sahabatku mati kecelakaan kemarin lalu... orang tuaku tak peduli kepadaku lagi karena suatu kesalahan yang tak pernah kumengerti, tugas akhirku ditolak berkali-berkali karena sinis pribadi dosen pembimbing... seolah berat, menghimpit ..semua dalam anomali.., mungkin dengan mati aku bisa menemukan kedamaian. Tak perlu menghadapi himpitan hidup.. Dosa? Aku tak peduli itu, yang kubutuhkan bukan ceramah tapi kedamaian hati. Dan semuanya yang bisa memberikan itu, telah hilang dari hidupku...
Aku duduk di kursi kayu panjang. Menatap lurus ke arah rel.
Sementara orang berlalu lalang di depanku, tanpa henti. Aku merasa kesepian di
keramaian semacam ini. Kulirik jam tanganku, jam 7 pagi. Sepuluh menit lalu,kereta
bisnis dari Jakarta telat 3 jam. Kutahu 3 jam dari omongan sinis penumpangnya.
Mencaci-caci tak karuan..dan kupikir sudah biasa kereta telat di negeri
ini...Suara permohonan maaf yang keluar dari corong suara, menusuk
telingaku...Sudah dua kali kudengar permohonan maaf seperti itu. Entah berapa
kali lagi petugas itu akan mengatakan maaf kepada para penumpangnya.
Dan aku baru saja selesai berpikir, kapan harus meloncat ke rel, biar tubuhku langsung di hempas kereta. Jam 8, jam 9, jam 12, jam13, jam17..ah, aku sedang mecari waktu yang pas, ketika kereta eksekutif yang tak berhenti itu, melaju melewati stasiun ini... Hari itu aku hanya duduk termangu, memperhatikan kereta –kereta yang melaju di depanku..aku tidak jadi mati hari ini...
***
Hari berikutnya, aku kembali duduk di kursi yang sama. Aku sudah
memutuskan untuk mengakhir hidupku hari ini. Kutahu kereta eksekutif tujuan
Jakarta Surabaya lewat stasiun ini pukul 3 sore..Ah, tapi tentu kalian
berpikir, mengapa harus di stasiun Tugu, untuk mengakhiri hidupku. Kenapa tidak
di rel yang sepi. Di mana orang-orang tidak akan mencegahku...Ah, ini hanya
obesesiku saja. Agar orang-orang tahu, bahwa aku sedang sedih..sedang runyam..
dan bukankah menarik bila aku memulai kehidupan di Stasiun ini dan
mengakhirinya di stasiun ini pula...
Kudegar kakek itu memulai pembicaraan
“ Cu, dahulu kakek pernah ikut berjuang melawan Belanda”
“Berarti kakek pahlawan donk, kaya yang diceritakan ibu guru di
sekolah,” sambut sang cucu.
“ Mungkin bisa, kakek disebut pahlawan. Tapi yang terpenting aku
kakekmu, bukan?”
“ Iya kek...”cucu itu tertawa
“ Pernah suatu saat,ketika kakek maju ke medan perang. Kakek tertangkap Belanda. Kakek hampir saja mati. Kakek dipaksa mengaku di mana markas teman-teman kakek.,”
“ Terus kek?”
“ Kakek tidak pernah mengaku. Kakek disiksa, sampai-sampai kakek
merasa tidak punya harapan lagi untuk hidup. Pasrah cu..tapi kakek tetap tidak
pernah mengaku”
Cerita kakek itu terhenti sebentar, karena sebuah kereta bisnis
berhenti tepat di depan mereka. Perhatian mereka juga tersita sejenak ke keretat, begitu juga aku...tak lama kakek itu kembali bercerita setelah
diingatkan sang cucu
“Terusin ceritanya kek...”
“Oh..” orang tua itu sedikit kaget
“Kakek banyak keluar darah dan luka, cu. Sekujur tubuh
kakek sakit..kakek sendiri tidak tahu, apakah dengan kakek mengaku, bakal
dibebaskan atau justru akan dibunuh Belanda. Yang ada di hati kakek cuma satu,
kakek harus bisa menjadi pahlawan bagi diri kakek sendiri, waktu itu. Kakek
merasa harus tetap hidup. Kakek harus kuat dan tangguh. Karena kakek berpikir
bahwa akan banyak orang yang kehilangan bila kakek meninggal secepat itu,
Mungkin kamu tidak akan pernah duduk-duduk di stasiun Tugu ini, atau melihat
kereta lewat, saat sore kakek mengajakmu di palang pintu di dekat Malioboro sana...”
begitu ucapan kakek tadi.
“Kok bisa kek”
“Karena kalau kakek mati waktu itu. Ibumu tak pernah ada. Dan
o kau pun tak pernah ada pula”
Cucu itu tampak memandang wajah kakeknya. Entah bingung, atau paham..
“Dengan sisa tenaga, kakek berhasil menglabuhi penjaga Belanda,
cu..kakek bebas dan masuk hutan di sekitar, daerah selatan sana dan hidup
sampai sekarang”
“Jadi kamu harus kuat cu,jangan kamu sia-siakan hidupmu kelak di kemudian hari. Sesusah apapun hidup ini, pasti ada jalan keluar untuk mengatasinya. Bukankah bu guru pernah berkata kepadamu, Tuhan Maha Pemurah, cu. Dan kamu tentu berhak memperoleh kemurahannya”
“ Iya kek...”
Tiba-tiba...terdengar
"Perhatian...perhatian...Kereta eksekutif jurusan
Jakarta-Suarabaya akan memasuki stasiun Tugu, mohon bagi para penumpang dan
pengunjung untuk berdiri di luar garis merah yang ada di sekitar rel...
Sekali lagi... Kereta eksekutif jurusan Surabaya -Jakarta akan
memasuki stasiun Tugu, mohon bagi para penumpang dan pengunjung untuk berdiri
di luar garis merah yang ada di sekitar rel..."
Saatnya tiba..
Tapi entah mengapa, hatiku enggan... setelah mendengar omongan
kakek sialan tadi. Seakan aku diminta untuk berpikir 2 kali...yah 2 kali.
Benarkah akan banyak orang yang bakal kehilangan ketika aku mati? Tapi siapa?
Semuanya sudah pergi? Ah...calon suamiku yang bakal kehilangan? Calon anakku?
Ah...siapa...
Dan tanpa kusadari, kereta eksekutif itu sudah pergi
meninggalkan stasiun, saat aku sibuk berpikir tentang keputusanku.
Aku gagal mati hari ini
***
Di hari berikutnya, kupikir akan kupilih waktu di malam hari
saja, ketika tidak banyak orang yang menunggu kereta. Supaya tak kudengar
omongan-omongan pengacau itu. Yah, aku tetap memilih stasiun Tugu, supaya
jasadku besok pagi akan menarik media datang ke sini...biar semua tahu...Aku
sudah tak pedulikan lagi omongan kakek sialan kemarin..Yah malam ini aku harus mati...
Kutahu kereta eksekutif masuk di stasiun ini pukul 00.00,
telat-telat mungkin jam 1.00, jadi kuputuskan datang ke stasiun tugu 23.30. Aku
naik becak. Bukan dari kos, aku keluar kos sudah jam delapan malam tadi...aku
menunggu waktu di jalam
Aku menunggu kembali di kursi panjang paling depan itu. Sepi.
Hanya ada beberapa penumpang dan petugas stasiun berbaju biru lalu lalang. Aku
tak bawa apa-apa, kecuali nyawa, yang sebentar lagi juga akan kulepas...
Tak lama aku duduk, kulihat dua orang anak, yang satu tampak
lebih tua dari yang lain. Keduanya berkaos lusuh. Yang satu bercelana pendek,
sedangkan satunya bercelana panjang jeans kumal. Tampak tak terawat...Yang
lebih tua membawa gitar kecil, apalah namanya...
Kulihat mereka tampak ingin tidur di kursi panjang
sebelahku..sudah membaringkan tubuh. Tampak tak memperhatikan kehadiranku..
Yang satu memulai pembicaraan dengan bahasa jawa kasar...
“ Dek, dhewe ki mung ngamen, tapi kudu tetep urip. Dhewe bejo,
isih diparingi urip karo gusti. Isih iso golek pangan. Kowe isih pengen sekolah
meneh tho, aja nganti kalah karo susahe urip...
Aja nganti terus nglalu kaya bapak biyen. Nyatane ora bapak thok
sing kena sengsarane, tapi saiki ibu melu sengsara dadi edan mbuh lunga nangdi,
awake dhewe yo melu sengsara, ora ana sing ngopeni”
“Iyo mas, kabeh kudu ana usahane, aja...”
“Wis saiki turu, sesuk golek duwit maneh, muga-muga ana kamulyan
dienggo sesuk”
Walaupun aku orang Jakarta, aku paham omongan mereka. Mereka
bicara tentang hekekat hidup. Walaupun mereka hanya pengamen, mereka merasa
beruntung bisa hidup. Ayahnya mati bunuh diri entah karena apa, ibunya gila.
Dan mereka terpaksa harus menglandang mencari uang sendiri...
Sial...Omongan yang singkat itu kembali menggoyahkan hatiku. Aku
jadi ragu kembali untuk mengakhiri hidup..Aku mugkin terlalu naif. Mungkin aku
tak pernah melihat sisi positif hidupku...Seberuntungkah diriku di
Kereta yang kutunggu akhirnya datang. Namun aku masih terpaku di
kursi itu. Hanya memandang hingga gerbong terkahirnya melintasi mataku. Suara
dengkuran 2 anak jalanan itu bersautan.
Dan aku pulang.
***
Seorang
Gadis Ditemukan Tewas, Diduga Korban Tabrak Lari
Yogyakarta (KR), Seorang gadis ditemukan tewas di Jalan
Mangkubumi dengan luka di kepalanya, Selasa (2/12) dini hari. Diduga gadis itu
merupakan korban tabrak lari. Dugaan itu diperkuat karena tidak ada tanda-tanda
penganiyaan lain di tubuhnya. Menurut saksi mata, Sumiyo, tukang becak yang
mangkal di depan bank BCA, pada selasa dini hari sekitar pukul 00.30, terdengar
suara rem mobil yang keras. Setelah didatangi asal suara, dia hanya menemukan
gadis itu tergeletak, tak sadarkan dri.
Dari identitas yang ada ditemukan didompetnya, diketahui gadis itu bernama Gita N, kelahiran Jakarta. Sampai berita ini diturunkan polisi, sedang mencoba mengusut pelaku tabrak lari dan menghubungi pihak keluarga di Jakarta.
***
Akhirnya aku menemukan kedamaian dengan sempurna, tanpa dosa tidak dan tidak di stasiun Tugu
***
Komentar
Posting Komentar