Langsung ke konten utama

Ramalan Dukun Gila

Gila! Dukun itu benar-benar mengirimku ke tempat ini. Sebuah tempat yang menurutku aneh. Dukun itu bilang akan mengirimku ke 6000 tahun yang akan datang. Ke masa depan. Dan dia benar-benar melakukannya. Itu karena aku tak percaya omongannya. Dia bilang, tempatku tinggalku saat ini akan kembali ke jaman batu. Omongannya itu sangat tak masuk akal. Aku selalu berpikir, semakin ke masa depan dunia ini, akan semakin maju. Tak mungkin akan kembali lagi ke jaman purba, apa lagi jaman batu. "Tidak mungkin, omonganmu itu tak masuk akal," tukasku kepada dukun itu. Ucapanku itu, justru membuat dukun itu ingin membuktikanya kepadaku. "Kalau tidak percaya, aku akan mengirimkan sukmamu selama 3 hari di sana,"ucapnya. Dan benar saja, dia mengirimkan ke tempat ini.

Saat menyadarinya pertama kali, aku langsung menyesal. Dukun itu memang benar. Tempat ini dipenuhi dengan batu. Tanahnya dari batu hitam keras dan panas. Jalannya juga terbuat dari batu. Rumah-rumah dengan bentuk yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kulihat rumahnya tinggi, setinggi  bukit. Ada yang terbuat dari batu putih, ada yang terbuat dari batu permata.  Sungai di sini besar-besar tapi warnanya coklat. Ketika kudekati  dan aku coba meminumnya, kucium bau tak sedap.  

Yang paling aneh adalah hewan-hewan yang kutemui. Ada yang seperti kuda ditunggangi manusia, tapi sangat kecil. Berjalan cepat sekali, di atasi jalanan batu itu. Hewan-hewan mengeluarkan suara-suara yang tak pernah aku dengar sebelumnya. Sangat memekakkan telinga. Kulihat juga hewan-hewan yang bertubuh besar, berlarian ke sana ke mari. Sangat kencang. Nah yang paling mengherankan, jika malam tiba. Mata hewan-hewan itu mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Iya, sangat terang, sehingga jalan di depanya dapat tersoroti. Setiap berjalan dia mengeluarkan udara yang sangat panas dan menyesakkan napas.

Kulihat pohon-pohon yang tinggi di sini sudah tak ada lagi. Tergantikan oleh  tonggak tonggak batu dan besi, yang entah apa gunanya. Terkadang kulihat ular panjang dan besar, seperti legenda ular naga yang pernah kudengar dari para leluhur. Ular-ular itu merambat dengan suara yang lumayan keras. Matanya kulihat menyala. Tapi dia tidak pernah turun dari atas tiang-tiang tersebut. Jika ular itu sebesar itu, lalu apa makanannya. Entahlah, aku selalu melihat hal-hal yang tidak masuk akal.

Orang di sini banyak sekali. Setiap berjalan aku selalu menemukan orang. Tak pernah sepi. Siang-malam, pagi sore. Silih berganti begitu saja. Biasanya aku jarang sekali menemui orang ketika berburu atau mencari makanan. Orang sebanyak ini, harus mencari makan dimana. Apa tinggal di bangunan-bangunan tinggi itu?

"Bagaimana, Apakah kamu percaya?" Tanya dukun itu sesaat setelah mengembalikanku. " Entahlah, semua tidak masuk akal, tapi semuanya memang penuh dengan batu," jawabku.  Aku Tak bisa membayangkan jika aku hidup lebih lama lagi di sana. Bagaimana aku bisa minum, jika sungainya saja bau. Bagaiamana  aku bisa bernapas dengan lega, bila napas hewan-hewan aneh itu mendominasi. Tidak ada pohon yang bisa kupetik buahnya untuk dimakan. " Apa nama tempat yang kukunjungi kemarin?" tanyaku kepada dukun itu. "Jekerdak, itu yang melintas di pikiranku,"ucap dukun itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muhammad A Kiong

Jika ditanya soal tempat yang paling nyaman selain kamarku, jawabnya adalah masjid kampus UGM. Walaupun aku sendiri bukan mahasiswa universitas itu. Terkadang bisa berjam-jam aku duduk di sana, membaca buku atau diskusi bersama kawan. Hawanya begitu menyejukkan. Tempatnya pun bersih dan indah. Hingga suatu hari aku bertemu dengan laki-laki aneh. Seseorang yang sangat mengagumkan sekaligus membingunganku. Saat itu, aku baru saja solat isya di sana. Usai berdoa, seperti biasa aku duduk di teras masjid. Menatap ke dalam lapangan luas berpohon palem. Untuk sekadar menghirup udara segar. Malam itu cukup cerah, bulan tak malu menampakkan diri. Padahal sore tadi, Jogja sempat diguyur hujan deras. “Assalamualaikum,” sapa laki-laki itu “Walaikum salam,” jawabku singkat. “Lagi menunggu siapa, mas?” “Wah, hanya cari udara segar di sini,” “Iya di sini memang menyejukkan, mas. Sudah lama saya jadi jamaah sini,” jawabnya. Kuperhatikan lebih dekat laki-laki itu. Ah...matanya sipit, seperti oran...

Bupati

"Sudah terima saja tawaran itu, Kang Parjo," ucap Kardimin dalam suatu perbincangan denganku. "Gundulmu, apa aku ini sanggup jadi bupati," jawabku ketus. "Loh, semua mendukungmu  lo kang. Bahkan Pak Badrun, pengusaha mebel di kota sana mau menggelontorkan dana besar untuk kemenanganmu kang," mulut Kardimin nrocos mirip politisi. "Aku tu cuma, mantan karang taruna dan bekerja sebagai relawan sosial saja. Siapa yang akan memilihku, min...min," jawabku ngeyel. "Kami siap mendukungmu kang. Partai mayoritas juga sudah sepakat untuk mengusungmu, jangan khawatir. Kamu itu terkenal lo kang. Terkenal ringan tangan membantu masyarakat. Tinggal kamu setuju  atau tidak," Kardimin menjelaskan. " Benar itu kang, sampeyan tinggal duduk manis. Ngga usah mikir soal kaos, poster, umbul-umbul. sudah ada yang mau bayari semua,"  Tukijo ikut-ikutan. "Pokoke tinggal beres, kang," Kardimin meyakinkan. "Ah nanti tak pikir-pikir dulu. I...

Cerita Kelinci di Bulan

Tiba-tiba saja, aku teringat masa kecil. Aku suka sekali melihat bulan saat keluar di malam hari. Apalagi bila purnama tiba, bisa lama memperhatikannya. Berdiri atau duduk sambil mengangkat kepala ke atas langit. Paling suka melihat di halaman depan yang luas . Saat itu, memang ada yang menarik perhatian. Bahkan merongrong rasa ingin tahuku. Kulihat di bulan, semburat sosok kelinci. Bagiku itu lucu. Bagaimana seekor kelinci bisa ada di langit sana. Setiap purnama, kuperhatikan betul kelinci itu. Tetap ada, tetap sama. Setelah beberapa kali melihat, aku pun beranikan bertanya kepada ayah, tentang kelinci itu. “Itu hewan peliharaan seorang putri yang terbang ke bulan, Nak,” jawab ayahku. “Kenapa putri itu ke bulan, yah?” “Suatu saat putri itu disuruh suaminya membeli minyak tanah. Dia pun berangkat dengan gembira. Dia memang sangat patuh dengan suaminya. Dengan berbekal uang pas, dia berangkat. Namun saat pulang dari membeli, dia kurang hati-hati dan menumpahkan minyak itu di t...